Jumat, 27 Mei 2016

"Hingga Ujung Dunia" story by Riz




Hingga Ujung Dunia
“Karena hingga ujung dunia pun, aku tak akan pernah mendapatkanmu”

1.      Putih Abu-abu Sesi 1



     Aku Reina Arzhila, panggil saja Rena. Aku siswa SMA kelas X-5 IIS atau istilahnya jurusan IPS. Aku suka berbagi dan aku ingin berbagi kisah hidupku. Aku punya sahabat lelaki, dia sahabatku sejak SMP namanya Raihan Rizki Fatiha. Iya, dia adalah sahabat lelaki terbaikku. Mungkin aku banyak teman lelaki, tapi cuma Rai aja yang bikin aku selalu nyaman walau malam larut tiba. Dan aku punya satu teman lelaki, dia teman baruku tapi dia bisa sangat dekat dan akrab dengan aku.

     “Pagi!!”, salamku riang ke seluruh teman-temanku.

     “Pagi juga Rena!”, jawab seluruh teman-temanku.

     “Rena, kok kayaknya hari ini lo cantik banget sumpah. Lo dandan ya?”, tanya sambil ledek Rose, sahabat perempuanku yang paling klop.

     “Apaan sih Rose, orang cuma pake bedak dikit doang lagi. Skoy, wkwk.”, jawabku.

     “Tapi jujur loh. Lo bener-bener cantiiik banget!! You’re so beauty with your hair style, I’m honest Reina.”, kata Rose.

     “Lupain lah hahahaha. Oh iya, pulang sekolah lu kemana? Temenin gue yuk, nongkrong di kedai K0F1. Boring gue, mama papa gue pulang jam 11 malem. Gue sendirian...”, ajakku.

     “Hmm, gue ga janji ya Ren. Sumpah, soalnya gue pen les piano hari pertama soalnya Ren.”, jawab Rose yang kayaknya ga enak hati.

     Tiba-tiba bel sekolah pun berbunyi tandanya kegiatan pelajaran jam pelajaran pertama dimulai!

     Aku dan teman-teman kelasku selalu melihat kondisi luar kelas dari jendela kelasku. Tapi ketika aku melihat Pak Hendra dari kejauhan, nampak dia sedang berjalan dengan anak laki-laki sebayaku. Sepertinya dia anak baru. Aku tak tahu juga.

     “Eh Andre, Rose, Vivi, Chika, Jesslyn, Zefanya, Bagus, semuanya!”, panggil aku ke temen-temeku. Tapi belum ada satu pun yang nengok. Dan aku paling kesal jika aku memanggil orang lain tapi tak ada yang peduli.

     “ANDRE, ROSE, VIVI, CHIKA, JESSLYN, ZEFANYA, BAGUS, SEMUANYA! KALO DIPANGGIL, JAWAB DONG ATAU APA KEK. YANG SOPAN DIKIT!”, teriakku karena kesal.

     Semuanya langsung menengok ke arahku dengan wajah yang bingung dan agak sedikit “kesal”.

     “Ada apa sih, Rein?”, tanya Adi, teman kelasku. Semua teman kelasku saling bersahutan menanyakanku.

     “Coba kalian liat! Itu Pak Hendra bersama anak laki-laki seumuran kita. Kira-kira siapa ya?”, kataku. Seluruh teman kelasku langsung melihat kearah jendela berdesakan. Saling menduga-duga.

     Karena aku tidak kuat udara pengap, aku langsung menghindar dan kembali ke tempat duduk dan mengambil buku catatan semua pelajaran dan tempat pensil dan mencoret hal yang tidak jelas. Baru saja aku meletakkan tempat pensilku, semua teman-temanku berlari-lari ke tempat duduknya karena Pak Hendra dan anak laki-laki yang tak ku tahui sudah sangat dekat dengan kelasku.

     “Assalamu’alaikum, Anak-anak. Selamat pagi!”, salam Pak Hendra yang tersenyum manis dengan lesung pipitnya itu.

     “Wa’alaikum salam, Pak. Selamat pagi,”, jawab seluruh siswa kelasku termasuk aku.

     “Oh iya anak-anak, mungkin kalian ada yang penasaran atau bingung dengan siswa disebelah bapak. Dia adalah anak baru pindahan dari Jogja ke Jakarta. Silahkan, Tio.”, kata Pak Hendra mempersilahkan anak yang bernama ‘Tio’ itu utnuk memperkenalkan diri.

     Anak yang bernama ‘Tio’ ini kalau bisa dibilang ya..... Ganteng lah ya, lumayan. Keren gayanya, sepertinya anak gaul. Tinggi dan badannya sangat ideal menurutku. Menggunakan tas Le’Vis dan sweater merahnya bertuliskan “BADBOY NEVER DIE”, aku pun mulai tertarik dengan dia.

     “Hai, semua! Saya Raden Mas Tio Alamsyah, panggil saja saya Tio. Saya pindahan dari SMAN 9 Jogjakarta. Saya pindah ke Jakarta karena kedua orang tua saya ada dinas yang mengharuskan membawa keluarganya ke Jakarta. Dan saya ga tau kenapa saya dipindahkan ke sekolah ini. Saya harap di kelas X-5 ini akan sangat menyenangkan hehehe”, salam Tio yang sangat grogi saat perkenalan diri.

     “Hai Tio!”, jawab kita semua.

     “Baiklah, untuk mempercepat waktu belajar kita. Tio, kamu duduk dengan Reina.”, suruh Pak Hendra yang menunjuk arah mejaku.

     Aku kaget dan terkejut, aku juga tak tahu kenapa aku harus duduk dengan anak yang tidak aku ketahui tentang ‘Tio’ ini. Tio melangkah ke arah mejaku dan tanpa aku sadari aku pun deg-degan ga jelas gitu dan aku berusaha tetap kalem. Dan akhirnya dia duduk disebelahku, lalu dia menengok ke arah. Mencoba melihat siapa orang yang duduk dengannya.

     “Hei kamu...”, Tio memanggilku dengan logat Jawanya yang lumayan kental.

     “Iya, ada apa?”, jawabku agak sedikit cuek.

     “Nama kamu siapa?”, tanya Tio.

     “Nama gue Reina Arzhila. Lo boleh panggil Rein atau Rena. Oke, dan gue udah tau siapa nama lo. Nama lo adalah Raden Mas Tio Alamsyah, dari keluarga Keraton di Jogja. Lo pindah karena ortu lo ada dinas dan harus membawa keluarganya pindah ke Jakarta sementara waktu. Iya kan?”, jawabku yang terus menyerocos seperti bebek.

     Tio menganga kebingungan. Aku juga bingung kenapa aku terlalu memperhatikannya tadi, padahal dari tadi aku cuek saja.

     “I... I... Iya... Kok kamu tau banget detailnya? Padahal kan kita belum kenalan.....”, kata Tio yang gugup kebingungan.

     “Entah lah. Intinya sekarang gue udah tau lo dan sebaliknya. Jadi sekarang jangan ngomong “Aku Kamu” atau apalah, tapi ngomong “Lo Gue”. Oke?!”, kataku yang sambil senyum memberikan jari kelingkingku tanda setuju.

     “Oke!”, jawab Tio yang senyum manis juga kepadaku memberikan jari kelingkingnya tanda setuju.

     Detik demi demi menunjukkan pukul 08:15 dan saatnya ganti pelajaran. Ya, walaupun lagi bad mood tapi belajar ya harus tetap belajar. Ya kan? Wkwkwk.

     Teng... Teng... Teng... Bunyi bel tanda ganti pelajaran pun berbunyi.

     “Baiklah Anak-anak. Bel telah bunyi artinya pelajaran hari ini cukup. Terima kasih, Assalamu’alaikum. Selamat pagi.”, salam Pak Hendra yang langsung meninggalkan kelas.

     “Iya Pak. Wa’alaikum salam. Selamat pagi.”, jawab salam kelas X-5 IIS yang selalu berisik. Berganti jam pelajaran, berarti berganti buku pelajaran. Seluruh anak-anak kelas X-5 langsung mengganti buku-buku pelajaran tadi dengan buku-buku pelajaran yang baru.

     “Reina? Hmm, gue mau nanya-nanya dong  tentang sekolah ini.”, tanya Tio yang menepuk pundakku.

     “Oooh, oke. SMAN 17 Jakarta ini adalah SMAN terbaik nomor 8 di seluruh SMA di Jakarta. SMAN 17 Jakarta ini udah ada sejak tahun 1966. Ya, tahun dimana emak gue belom lahir mungkin wkwkwkkw. Ya terus sih SMAN 17 Jakarta ini udah banyak menghasilkan prestasi seperti di bidang Olimpiade MIPA, bidang seni, bidang olahraga, dan masih banyak lagi. Lo tinggal cari aja di google, ketik ‘Sejarah SMAN 17 Jakarta’. Banyak deh pasti, suer.”, jelas aku sambil becanda.

     “Oooh, aku baru tau... Eh maksudnya gue deh hehehe. Jadi sekolah ini prestasinya udah banyak banget dong?”, tanya Tio lagi.

     “Hmm, mungkin... Emangnya lo pernah menang kejuaraan apa pas di SMP?”, tanya aku.

     “Oooh, alhamdulillah banget. Gue pernah menang kejuaraan Futsal juara 3 se-Kota Jogja, menang Lomba Band juara 1 se-Kota Jogja, menang kejuaraan Karate juara 1 se-Kota, masih banyak la.”, jelas Tio.

     “Wiii, mancay mancay. Berarti kita bisa jadi partner band ya? Hahahahaha, lo megang alat musik apa?”, tanya aku lagi.

     “Gue mainin gitar listrik sama gitar bass. Kalo lo?”, jawab dan tanya Tio.

     “Gue vokalis iya, gitar akustik iya, piano organ keyboard iya. Pokoknya hampir semua gue bisa, bukannya sombong ye Tio.”, jawab aku.

     Terlalu asyik kita berbicara dengan pengalaman pribadi membuat kita terasa sangat dekat. Padahal belum ada sehari pun kita berkenalan, ya mungkin saja ini awal dari semua yang akan ku jalani selanjutnya. Aamiin.

     “Rein?”, panggil Tio.

     “Ada apa, Tio?”, tanya aku.

     “Gu... Gue boleh m... M... Minta Pin BB atau ID Line lo ga?”, tanya Tio lagi yang gugup.

     “B... B... B... Boleh kok! Boleh Tio. Pin BB gue lupa, tapi kalo ID Line reinarz.”, jawab aku yang ikut-ikutan gugup.

     “Kalo socmed? FB? Twitter? IG? Path? Or everything lah. Ada kan?”, tanya Tio lagi. Aku bingung seketika dia meminta akun privasi milikku. Aku tak sampai pikir jika dia tertarik padaku, tapi aku hanya berharap ini awal dari semua yang akan ku jalani selanjutnya. Aamiin.

     “FB, Path gue Reina Arzhila. Twitter, IG gue reinarz.”, jawab aku yang sedikit malu-malu.

     “Oke, add back dan follbacknya ya cantik.”, mohon Tio dan aku ga bisa berkutip apa-apa.

     “Sip cantik.”, Tio juga langsung menundukkan kepalanya sambil ketawa kecil.

     Ketika kita sedang asyik becanda, Rose datang berdua dengan Chika. Mereka berdua mengajakku jajan ke kantin. Sambil membujukku, aku perhatikan gerak gerik mata Rose selalu mengarah kepada Tio. Tiada henti dia memaksa menarik-narik tanganku sambil melihat ke arah Tio.

     “Yaudah Rose, Chika. We will go right now! Come on!!”, jawab aku yang agak ngambek becanda.
     Ketika aku, Rose dan Chika pergi, aku perhatikan mata Rose terus melihat Tio. Aku mulai curiga jika Rose tertarik juga dengan Tio. Di perjalanan menuju kantin...