Hingga Ujung Dunia
“Karena
hingga ujung dunia pun, aku tak akan pernah mendapatkanmu”
1. Putih Abu-abu Sesi 1
Aku Reina Arzhila, panggil saja Rena. Aku siswa SMA
kelas X-5 IIS atau istilahnya jurusan IPS. Aku suka berbagi dan aku ingin
berbagi kisah hidupku. Aku punya sahabat lelaki, dia sahabatku sejak SMP
namanya Raihan Rizki Fatiha. Iya, dia adalah sahabat lelaki terbaikku. Mungkin
aku banyak teman lelaki, tapi cuma Rai aja yang bikin aku selalu nyaman walau
malam larut tiba. Dan aku punya satu teman lelaki, dia teman baruku tapi dia
bisa sangat dekat dan akrab dengan aku.
“Pagi!!”, salamku riang ke seluruh
teman-temanku.
“Pagi juga Rena!”, jawab seluruh
teman-temanku.
“Rena, kok kayaknya hari ini lo cantik
banget sumpah. Lo dandan ya?”, tanya sambil ledek Rose, sahabat perempuanku
yang paling klop.
“Apaan sih Rose, orang cuma pake bedak
dikit doang lagi. Skoy, wkwk.”, jawabku.
“Tapi jujur loh. Lo bener-bener cantiiik
banget!! You’re so beauty with your hair
style, I’m honest Reina.”, kata Rose.
“Lupain lah hahahaha. Oh iya, pulang
sekolah lu kemana? Temenin gue yuk, nongkrong di kedai K0F1. Boring gue, mama
papa gue pulang jam 11 malem. Gue sendirian...”, ajakku.
“Hmm, gue ga janji ya Ren. Sumpah, soalnya
gue pen les piano hari pertama soalnya Ren.”, jawab Rose yang kayaknya ga enak
hati.
Tiba-tiba bel sekolah pun berbunyi
tandanya kegiatan pelajaran jam pelajaran pertama dimulai!
Aku dan teman-teman kelasku selalu melihat
kondisi luar kelas dari jendela kelasku. Tapi ketika aku melihat Pak Hendra
dari kejauhan, nampak dia sedang berjalan dengan anak laki-laki sebayaku.
Sepertinya dia anak baru. Aku tak tahu juga.
“Eh Andre, Rose, Vivi, Chika, Jesslyn,
Zefanya, Bagus, semuanya!”, panggil aku ke temen-temeku. Tapi belum ada satu
pun yang nengok. Dan aku paling kesal jika aku memanggil orang lain tapi tak
ada yang peduli.
“ANDRE, ROSE, VIVI, CHIKA, JESSLYN,
ZEFANYA, BAGUS, SEMUANYA! KALO DIPANGGIL, JAWAB DONG ATAU APA KEK. YANG SOPAN
DIKIT!”, teriakku karena kesal.
Semuanya langsung menengok ke arahku
dengan wajah yang bingung dan agak sedikit “kesal”.
“Ada apa sih, Rein?”, tanya Adi, teman
kelasku. Semua teman kelasku saling bersahutan menanyakanku.
“Coba kalian liat! Itu Pak Hendra bersama
anak laki-laki seumuran kita. Kira-kira siapa ya?”, kataku. Seluruh teman
kelasku langsung melihat kearah jendela berdesakan. Saling menduga-duga.
Karena aku tidak kuat udara pengap, aku langsung
menghindar dan kembali ke tempat duduk dan mengambil buku catatan semua
pelajaran dan tempat pensil dan mencoret hal yang tidak jelas. Baru saja aku
meletakkan tempat pensilku, semua teman-temanku berlari-lari ke tempat duduknya
karena Pak Hendra dan anak laki-laki yang tak ku tahui sudah sangat dekat
dengan kelasku.
“Assalamu’alaikum, Anak-anak. Selamat
pagi!”, salam Pak Hendra yang tersenyum manis dengan lesung pipitnya itu.
“Wa’alaikum salam, Pak. Selamat pagi,”,
jawab seluruh siswa kelasku termasuk aku.
“Oh iya anak-anak, mungkin kalian ada yang
penasaran atau bingung dengan siswa disebelah bapak. Dia adalah anak baru
pindahan dari Jogja ke Jakarta. Silahkan, Tio.”, kata Pak Hendra mempersilahkan
anak yang bernama ‘Tio’ itu utnuk memperkenalkan diri.
Anak yang bernama ‘Tio’ ini kalau bisa
dibilang ya..... Ganteng lah ya, lumayan. Keren gayanya, sepertinya anak gaul.
Tinggi dan badannya sangat ideal menurutku. Menggunakan tas Le’Vis dan sweater
merahnya bertuliskan “BADBOY NEVER DIE”, aku pun mulai tertarik dengan dia.
“Hai, semua! Saya Raden Mas Tio Alamsyah,
panggil saja saya Tio. Saya pindahan dari SMAN 9 Jogjakarta. Saya pindah ke
Jakarta karena kedua orang tua saya ada dinas yang mengharuskan membawa
keluarganya ke Jakarta. Dan saya ga tau kenapa saya dipindahkan ke sekolah ini.
Saya harap di kelas X-5 ini akan sangat menyenangkan hehehe”, salam Tio yang
sangat grogi saat perkenalan diri.
“Hai Tio!”, jawab kita semua.
“Baiklah, untuk mempercepat waktu belajar
kita. Tio, kamu duduk dengan Reina.”, suruh Pak Hendra yang menunjuk arah
mejaku.
Aku kaget dan terkejut, aku juga tak tahu
kenapa aku harus duduk dengan anak yang tidak aku ketahui tentang ‘Tio’ ini.
Tio melangkah ke arah mejaku dan tanpa aku sadari aku pun deg-degan ga jelas gitu dan aku berusaha tetap kalem. Dan akhirnya
dia duduk disebelahku, lalu dia menengok ke arah. Mencoba melihat siapa orang
yang duduk dengannya.
“Hei kamu...”, Tio memanggilku dengan
logat Jawanya yang lumayan kental.
“Iya, ada apa?”, jawabku agak sedikit
cuek.
“Nama kamu siapa?”, tanya Tio.
“Nama gue Reina Arzhila. Lo boleh panggil
Rein atau Rena. Oke, dan gue udah tau siapa nama lo. Nama lo adalah Raden Mas
Tio Alamsyah, dari keluarga Keraton di Jogja. Lo pindah karena ortu lo ada
dinas dan harus membawa keluarganya pindah ke Jakarta sementara waktu. Iya
kan?”, jawabku yang terus menyerocos
seperti bebek.
Tio menganga kebingungan. Aku juga bingung
kenapa aku terlalu memperhatikannya tadi, padahal dari tadi aku cuek saja.
“I...
I... Iya... Kok kamu tau banget detailnya? Padahal kan kita belum
kenalan.....”, kata Tio yang gugup kebingungan.
“Entah
lah. Intinya sekarang gue udah tau lo dan sebaliknya. Jadi sekarang jangan
ngomong “Aku Kamu” atau apalah, tapi ngomong “Lo Gue”. Oke?!”, kataku yang
sambil senyum memberikan jari kelingkingku tanda setuju.
“Oke!”, jawab Tio yang senyum manis juga
kepadaku memberikan jari kelingkingnya tanda setuju.
Detik demi demi menunjukkan pukul 08:15
dan saatnya ganti pelajaran. Ya, walaupun lagi bad mood tapi belajar ya harus tetap belajar. Ya kan? Wkwkwk.
Teng...
Teng... Teng... Bunyi bel tanda ganti pelajaran pun berbunyi.
“Baiklah Anak-anak. Bel telah bunyi
artinya pelajaran hari ini cukup. Terima kasih, Assalamu’alaikum. Selamat
pagi.”, salam Pak Hendra yang langsung meninggalkan kelas.
“Iya Pak. Wa’alaikum salam. Selamat
pagi.”, jawab salam kelas X-5 IIS yang selalu berisik. Berganti jam pelajaran,
berarti berganti buku pelajaran. Seluruh anak-anak kelas X-5 langsung mengganti
buku-buku pelajaran tadi dengan buku-buku pelajaran yang baru.
“Reina? Hmm, gue mau nanya-nanya dong tentang sekolah ini.”, tanya Tio yang menepuk
pundakku.
“Oooh, oke. SMAN 17 Jakarta ini adalah
SMAN terbaik nomor 8 di seluruh SMA di Jakarta. SMAN 17 Jakarta ini udah ada
sejak tahun 1966. Ya, tahun dimana emak gue belom lahir mungkin wkwkwkkw. Ya
terus sih SMAN 17 Jakarta ini udah banyak menghasilkan prestasi seperti di
bidang Olimpiade MIPA, bidang seni, bidang olahraga, dan masih banyak lagi. Lo
tinggal cari aja di google, ketik ‘Sejarah SMAN 17 Jakarta’. Banyak deh pasti,
suer.”, jelas aku sambil becanda.
“Oooh, aku baru tau... Eh maksudnya gue
deh hehehe. Jadi sekolah ini prestasinya udah banyak banget dong?”, tanya Tio
lagi.
“Hmm, mungkin... Emangnya lo pernah menang
kejuaraan apa pas di SMP?”, tanya aku.
“Oooh, alhamdulillah banget. Gue pernah
menang kejuaraan Futsal juara 3 se-Kota Jogja, menang Lomba Band juara 1
se-Kota Jogja, menang kejuaraan Karate juara 1 se-Kota, masih banyak la.”,
jelas Tio.
“Wiii, mancay mancay. Berarti kita bisa
jadi partner band ya? Hahahahaha, lo megang alat musik apa?”, tanya aku lagi.
“Gue mainin gitar listrik sama gitar bass.
Kalo lo?”, jawab dan tanya Tio.
“Gue vokalis iya, gitar akustik iya, piano
organ keyboard iya. Pokoknya hampir semua gue bisa, bukannya sombong ye Tio.”,
jawab aku.
Terlalu asyik kita berbicara dengan
pengalaman pribadi membuat kita terasa sangat dekat. Padahal belum ada sehari
pun kita berkenalan, ya mungkin saja ini awal dari semua yang akan ku jalani
selanjutnya. Aamiin.
“Rein?”, panggil Tio.
“Ada apa, Tio?”, tanya aku.
“Gu... Gue boleh m... M... Minta Pin BB
atau ID Line lo ga?”, tanya Tio lagi yang gugup.
“B... B... B... Boleh kok! Boleh Tio. Pin
BB gue lupa, tapi kalo ID Line reinarz.”, jawab aku yang ikut-ikutan gugup.
“Kalo socmed? FB? Twitter? IG? Path? Or
everything lah. Ada kan?”, tanya Tio lagi. Aku bingung seketika dia meminta
akun privasi milikku. Aku tak sampai pikir jika dia tertarik padaku, tapi aku
hanya berharap ini awal dari semua yang akan ku jalani selanjutnya. Aamiin.
“FB, Path gue Reina Arzhila. Twitter, IG gue
reinarz.”, jawab aku yang sedikit malu-malu.
“Oke, add back dan follbacknya ya
cantik.”, mohon Tio dan aku ga bisa berkutip apa-apa.
“Sip cantik.”, Tio juga langsung
menundukkan kepalanya sambil ketawa kecil.
Ketika kita sedang asyik becanda, Rose
datang berdua dengan Chika. Mereka berdua mengajakku jajan ke kantin. Sambil
membujukku, aku perhatikan gerak gerik mata Rose selalu mengarah kepada Tio.
Tiada henti dia memaksa menarik-narik tanganku sambil melihat ke arah Tio.
“Yaudah Rose, Chika. We will go right now!
Come on!!”, jawab aku yang agak ngambek becanda.
Ketika aku,
Rose dan Chika pergi, aku perhatikan mata Rose terus melihat Tio. Aku mulai
curiga jika Rose tertarik juga dengan Tio. Di perjalanan menuju kantin...